Minggu, 13 Februari 2011

Morning story (lupa episode berapa...)

Morning story (lupa episode berapa...) 

Udah lama banget saya gak update blog saya. Hari ini update ah. Bagi2 sedikit cataan dan euphoria….

Baru sehari lalu saya dapet kejutan. Oh Februari memang penuh kejutan. Loves this month of love. J. Kaget? Jelas saya kaget. Enggak nyangka ‘Postcards’ saya diapresiasi sebegitu besar. Trims nulisbuku, para juri dan teman-teman peserta #happywriting e-love story lainnya.

Di sini mau sedikit berbagi cerita dibalik kisah ‘Postcards’ saja. Ada yang mau baca? Cerita ini istimewa. Tentu saja, semua cerita yang saya bikin selalu saya anggap istimewa walaupun enggak sempurna. Alkisah, ide cerita ini didapat ketika membaca persyaratan sebuah kontes menulis dengan setting luar negeri. Hmmm… otak saya langsung berputar dan berpikir, ‘ini tantangan karena saya belum pernah menulis dengan setting luar negeri.’ Ditambah dengan persyaratan dari menulis #happywriting, makin menjadilah idenya. Tapi, masih juga bingung, apa uniknya cerita ini? Apa bedanya cerita ini dengan cerita dunia maya lain?

Seperti yang banyak kita tahu, cerita dunia maya mayoritas berkisah tentang dua orang saling mengenal tanpa tahu latar belakang masing-masing, bertemu dan blarrrr… jadian deh atau ternyata soulmate. Begitu-begitu saja. Hahaha…. Tiga hari untuk sebuah cerpen itu terlalu lama buat saya, karena saya mikirin endingnya harus gimana? Happy ending? Pasti. Akan tetapi, bagaimana happy ending itu bisa berakhir menarik dan dilanjutkan sendiri oleh pembaca. Saya ingin pembaca yang menentukan akhirnya. Seperti kata mas Adhitya Mulya kemarin, happy ending tidak harus akhirnya yang berakhir bahagia, tapi bisa disuntikkan saja rasa bahagia di dalam sana. Itulah yang saya pilih. Karena, jujur saja, hampir cerita-cerita yang pernah saya buat berkhir galau atau tragis. Saya adalah angst lovers! Hahaha….

Untuk cerita ini, saya juga mendapatkan influence dari famous band rock favorit saya. Tahulah… apa…. Gak sengaja ketika sedang browsing foto-foto konser mereka. Mata dan pikiran saya terpaku pada sejumlah kota-kota yang mereka kunjungin. That was interesting…. J

Kesulitan lain yang saya temui adalah sewaktu saya memilih POV orang pertama (Aku) untuk cerita ini. Ini POV yang cukup sulit, karena selain sudah lama gak menulis dengan POV ini, POV ini juga menuntut saya bertahan sebagai ‘pemain’. Saat kita menulis sebuah cerita, dengan senang hati kita akan bertindak sebagai ‘Sutradara’ yang tahu semuanya. Nah, di POV orang pertama ini, kita harus memainkan dua karakter, ‘Pemain’ dan ‘Sutradara’. Jadi, jelas lebih sulit daripada POV orang ketiga yang bisa meleburkan ‘Pemain’ dan ‘Sutradara’ jadi satu. Ini yang kadang-kadang belum ditangkap oleh penulis pemula. Mereka kira dengan karakter ‘Aku’ semua bisa diwujudkan. Sesungguhnya, menggunakan karakter ‘Aku’ membatasi diri kita sendiri untuk bercerita banyak hal.

Coba bayangkan, karakter ‘Aku’ tidak mungkin tahu pikiran lawan mainnya. Padahal, di kepala kita, kita tuh tahu semuanyyaaa…. Si lawan main itu mau beradegan apa, ngomong apa, sampai pikiran di dalam kepalanya. Tapi, ketika menggunakan POV orang pertama itu gak boleh—HARAM—disampaikan. Ya, jelas dong, memangnya kamu bisa tahu pikiran orang lain? Of course not! Kita melihat lewat mata ‘Aku’, kita bertingkah laku menggunakan tubuh dan sikap ‘Aku’. Jadi, kita DILARANG SOK TAHU apa yang terjadi dengan karakter lain. Ini kesalahan yang sering ditemukan ketika menggunakan POV orang pertama dalam sebuah cerita : SOK TAHU YANG TERJADI DENGAN KARAKTER LAIN. Hahaha…. Udah ngerti kah? Hehehe….

Ini yang sering orang-orang lupaaaa….

POV orang pertama adalah yang paling susah kata seorang editor kepada saya. Tapi, jangan menyerah. Terus belajar—membaca dan menulis—akan menuntaskan masalah yang mungkin muncul.

Lainnya, ketika menggunakan POV ‘Aku’, penulis sering merepetisi ‘Aku’ sebagai kata pertama di awal kalimat. Pernah saya membaca tulisan, satu paragraph awal kalimatnya diawali ‘Aku’ semua. Honestly, itu gak menarik. Kamu memang menceritakan diri kamu sendiri, tapi ini bukan bahasa lisan… yang jika kamu mengulang ‘Aku’ setiap awal kalimat tidak terdengar membosankan. Ini bahasa tulisan, pembaca bisa mengulang-ulang kalimat sesuka dia. Dengan tidak mengulang kata yang sama di awal kalimat akan membuat cerita kamu menarik dan tidak kelihatan membosankan. Hal ini harus dilatih terus menerus dan disisipin banyak membaca biar memperbanyak kosakata kamu.

Semoga bermanfaat.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

thanks sist atas sarannya... aku bakal coba buat nulis terus ...;)

Lulus mengatakan...

betul dit, karakter "aku" membuat kita terbatas untuk berpikir menyesuaikan dgn karakter itu aja, tapi kadang karakter "aku" ini bisa membuat pembaca menebak2 pikiran lawan main kita.. :)